Pages

Subscribe Twitter

Rabu, 08 Desember 2010

Planning Hidup

Its been a long time I am not writing like this. The last post "Puisi Lebaran" is written approximately 1 year ago. Now I'm back with new spirit and hope.


 

Apa perbedaan antara orang yang belum dewasa dan yang sudah dewasa? Menurut saya, benang merah yang membedakan dua dunia yang berbeda itu adalah mulai munculnya kebiasaan "merenung" pada orang dewasa. Setidaknya, itu yang saya rasakan saat ini. Sejak saya lulus kuliah, saya mulai berfikir, akan saya apakan hidup yang sebentar ini. Dunia kuliah hanya mengajarkan seperangkat ilmu mentah. Entah akan dijadikan apa, tapi kalau ilmu itu tidak dijadikan sesuatu, maka sia-sialah kita menuntut ilmu di bangku kuliah. Ketika saya lulus tiba-tiba saja banyak pertanyaan yang muncul : "Saya mau jadi apa?" "Apakah hidup harus kaya?" "Apakah hidup harus menjadi orang yang populer?" "Apakah saya akan mengambil lagi kuliah S2?" "Apakah saya akan bekerja dengan melamar ke perusahaan?" "Kapan saya menikah?" "Akhwat seperti apa yang saya inginkan?" "Kapan saya akan membeli rumah?" "Ngontrak atau beli?" "Kaya itu kalau punya uang berapa sih?". Beda ya, sama pertanyaan saya waktu kecil : "Bu, Helikopter itu apa? Awan itu kayak gimana sih? Komputer kok bisa hebat gitu? Kenapa gunung bisa meletus?" Saya juga tidak tahu sejak kapan tepatnya pola pikir saya bisa berubah drastis seperti itu. Semuanya terjadi tanpa kita sadari.

Saat ini saya sudah bekerja di sebuah perguruan tinggi di Bandung. Masih magang sifatnya, tapi saya akan mendaftar jadi dosen insya Allah di akhir desember nanti. Kenapa saya daftar ke sini? Tentu yang saya kejar adalah pemasukan/maisyah, karena kalau nganggur saya merasa menjadi beban orang tua saja. Lagipula, kalau kita kerja dan memiliki pendapatan rutin, kita bisa memplanning keuangan kita. Itu yang saya pikirkan. Tapi setelah saya bekerja selama dua bulan, saya mendapat pertanyaan baru : "Apakah selamanya saya akan jadi dosen?" "Apakah ini benar-benar mimpi saya?". Saya belum bisa menjawabnya.

Ternyata inilah hidup. Selalu akan ada pertanyaan baru yang menghadang. Selalu dibuat bingung, selalu ada kesulitan. Saya membaca surat Al-Balad ayat 4 sampai 7 :

4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

5. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorangpun yang berkuasa atasnya?

6. Dan mengatakan: "Aku telah menghabiskan harta yang banyak".

7. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?


 

Kemudian dari ayat 10 sampai 20

10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan[1578],

11. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.

12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?

13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,

14. atau memberi makan pada hari kelaparan,

15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,

16. atau kepada orang miskin yang sangat fakir.

17. Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.

18. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.

19. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.

20. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.


 

Saya mendapat kesimpulan dari surat al Balad ini bahwa Manusia diberikan jalan yang membuatnya bersusah payah untuk mencapai kebahagiaan. Jalannya mendaki lagi sukar. Kalau kita belum bisa melepaskan budak, memberi makan kepada anak yatim, atau kepada orang miskin yang sangat fakir, maka belum sukarlah jalan yang kita daki. Allah... Kenapa saya sering uring-uringan dengan cobaan yang engkau berikan seolah-olah saya merasa tak pantas mendapat cobaan dariMu. Padahal setiap manusia pasti punya cobaannya masing-masing. Saya yakin, kalau saya memutuskan untuk berjuang di jalan kebaikan, maka akan besar tantangan yang akan saya hadapi. Saya akan menghadapi banyak pertanyaan yang membutuhkan perenunga-perenungan yang mendalam, yang pasti akan memakan waktu yang tidak sebentar. Tapi saya haus akan jawaban itu. Kalau saya malas berfikir, maka berarti saya lemah, dan saya tidak mau mengambil jalan kebaikan. Saya tidak akan jadi seorang pejuang. Saya harus mau berfikir. Tapi saya butuh orang yang mau mendengarkan berbagai perenungan-perenungan saya. Semoga Anda mau membantu.

 

0 komentar:

Posting Komentar